ANALISIS USAHA TANI JAHE (Zingiber
officinale)
DI KABUPATEN PACITAN
DISUSUN
OLEH :
Ihsan
(21401032011)
PRODI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan kami berbagai
macam nikmat, sehingga aktivitas hidup ini banyak diberikan keberkahan. Dengan
kemurahan yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami bisa
menyelesaikan proposal ini dengan baik.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami
haturkan kepada dosen dan teman-teman yang banyak membantu dalam penyusunan
laporan ini. Kami menyadari di dalam penyusunan proposal ini masih jauh dari
kesempurnaan. Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, baik dari segi
tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian.
Oleh karena itu kami meminta maaf atas
ketidaksempurnaanya dan juga memohon kritik dan saran untuk kami agar bisa
lebih baik lagi dalam membuat proposal ini. Harapan kami mudah-mudahan apa yang
kami susun ini bisa memberikan manfaat untuk diri kami sendiri,teman-teman,
serta orang lain.
Malang, 4 Februari
2017
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………
i
KATA PENGANTAR……………………………………………………….………….
ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….…………...
iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….…………...
1
1.1
Latar Belakang…………………………………………………….…………. 1
1.2
Rumusan Masalah……………………………………………….…………....
2
1.3
Tujuan………………………………………………………….…………….. 2
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA………………………………………….…………… 3
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu…………………………………….……………..
3
2.2 Landasan Teori………………………………………………….……………
4
BAB III KERANGKA
BERFIKIR DAN HIPOTESIS……………………………….. 18
3.1 Kerangka
Berfikir…………………………………………………………….18
3.2 Hipotesis……………………………………………………………………..
19
BAB IV METODOLOGI
PENELITIAN……………………………….…………….. 20
4.1 Lokasi Penelitian……………………………………………….……………
20
4.2 Metode Pengambilan Sampel……………………………….……………….
20
4.3 Teknik Analisa Data…………………………………………….…………...
20
BAB V HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………………………. 23
5.1 Hasil
Penelitian…………………………………………………………….... 23
5.2 Pembahasan Hasil
Penelitian……………………………………………….. 23
BAB VI KESIMPULAN
DAN SARAN……………………………………………… 24
6.1 Kesimpulan………………………………………………………………….
24
6.2 Saran ……………………………………………………………………….. 24
DAFTAR FUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarar Belakang
Indonesia sebagai suatu negara yang menjalankan
pembangunan nasional mempunyai tujuan mencapai kesejahtraan serta mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur. Dalam merealisasikan hal itu,sangat dibutuhkan
pembagunan perekonomian untuk mencapai kesejahtraan.
Jumlah penduduk dan angkatan kerja yang besar serta
laju pertumbuhan penduduk yang
tinggi
sebenarnya tidak perlu menjadi masalah bila daya dukung ekonomi yang efektif di
daerah
itu
cukup kuat untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakat termasuk
penyediaan
kesempatan
kerja (Simanjuntak; 1985)
Indonesia adalah Negara agraris yang sebagaian besar penduduknya terdiri
dari dari petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting. Sektor
pertanian sebagai sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk terutama bagi
mereka yang memiliki mata pencaharian utama sebagai petani. Selain itu sektor
pertanian, salah satu hal penting yang harus diperhatikan sebagai
penyedia pangan bagi masyarakat. Peningkatan produksi yang harus seimbang
dengan laju pertumbuhan penduduk dapat dicapai melalui peningkatan pengelolaan
usahatani secara intensif. Oleh karena itu, pengetahuan tentang cara
pengusahaan suatu usahatani mutlak dibutuhkan agar dapat meningkatkan
produktifitas serta dapat meningkatkan pendapatan sehingga kesejahteraan petani
dapat meningkat.
Ilmu usaha tani merupakan ilmu yang menyelidiki segala
sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang melakukan pertanian, dan
masalahnya ditinjau secara khusus dari kedudukan pengusahanya sendiri. Ilmu
usaha tani menyelidiki cara-cara seorang petani sebagai pengusaha
menyusun, mengatur, dan menjalankan perusahaan itu. Jadi orang harus memisahkan
dua faktor, yang satu pengusaha dan perusahaannya. Yang penting dari
kegiatan usaha itu adalah hasil dari perusahaan, baik berupa barang yang
dihasilkan maupun berupa pendapatan yang diperoleh pengusaha dari
perusahaannya itu. Bagaimana baiknya hasil usaha tersebut sangat tergantung
dari bagaimana pengusaha menyusun, mengatur dan menjalankan
perusahaannya (Adiwilaga, 1982:27). Ilmu usaha tani diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengalokasikan sumber daya yang ada
secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada
waktu tertentu (Soekartawi, 2002).
Secara garis
besar, besarnya pendapatan usahatani diperhitungkan dari pengurangan besarnya
penerimaan dengan besarnya biaya usahatani tersebut. Penerimaan suatu usahatani
akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti luasnya usahatani, jenis dan harga
komoditi usahatani yang diusahakan, sedang besarnya biaya suatu usahatani akan
dipengaruhi oleh topografi, struktur tanah, jenis dan varietas komoditi yang
diusahakan, teknis budidaya serta tingkat teknologi yang digunakan.
Sebagai salah satu komoditas perkebunan yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat terutama sebagai bahan rempah-rempah dan obat-abatan
tradisional maka jahe mempunyai prospek pemasaran yang cukup baik untuk
dikembangkan. Selain dari segi
pemasaran, tanaman jahe dapat juga dilihat dari cara merawat dan pamantauan
dari tanaman itu yang cukup mudah hanya dilakukan penyiraman sekaligus
perlakuan khusus pada tanaman.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka disusun rumusan
masalah, sebagai berikut:
1. Seberapa
besar keuntungan petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan?
2. Seberapa
besar tingkat efisiensi petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan?
3. Seberapa
besar tingkat BEP petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan?
4. Apakah
usaha tani jahe secara ekonomi layak untuk diusahakan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pembuatan proposal ini adalah
sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui rata-rata
keuntungan petani dalam
berusahatani jahe di kabupaten pacitan.
2.
Untuk mengetahui
efisiensi petani dalam berusahatani jahe di kabupaten pacitan.
3.
Untuk mengetahui
BEP petani dalam berusahatani jahe di kabupaten pacitan.
4. Ingin
menganalisis apakah usaha tani jahe secara ekonomi layak untuk diusahakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Vinsensius Efrain Aluhariandu, Dian Tariningsih, Putu
Fajar Kartika Lestari (2016) analisis
usahatani jeruk siam dan faktor – faktor yang Memepengaruhi penerimaan petani, studi
kasus di desa bayung Gede kecamatan kintamani kabupaten bangli. Dengan
hasil penelitian bahwa Rata-rata penerimaan usahatani jeruk di Desa Bayung Gede
adalah Rp.59.300.000/UT atau Rp.85.950.000/ha, dengan rata-rata biayaRp
13.560.230/UT (luas lahan 69 are) atau Rp.19.652.600/ha. Dengan demikian
rata-rata pendapatan usahatani jerukadalah sebesar.
Dresthy aulia estefan (2011)
dengan judul penelitian analisis usahatani dan pemasaran Bunga-potong anggrek
dendrobium (Kasus Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor) dengan hasil
penelitian sebagai berikut: Usahatani bunga-potong anggrek Dendrobium
yang dikembangkan oleh petani di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor ini
memberikan keuntungan Karena nilai pendapatan atas biaya totalnya memiliki
nilai positif baik untuk petani skala I maupun petani skala II. Selain itu,
nilai R/C atas biaya total dan R/C atas biaya tunai yang diperoleh lebih besar
dari satu yang berarti usahatani bunga-potong anggrek Dendrobium ini layak
untuk dikembangkan oleh petani di Kecamatan Gunung Sindur. Besarnya skala usaha
mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani bungapotong anggrek Dendrobium,
semakin besar skala yang diusahakan maka keuntungan yang diperoleh semakin
besar pula. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan R/C rasio, petani
skala II memiliki nilai R/C rasio lebih besar dibandingkan dengan petani skala
I. R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total petani skala I masing-masing
sebesar 1,91 dan 1,11. R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total untuk
petani skala II masing-masing 3,79 dan 1,91.
Edowart Sitorus (2012) dengan judul penelitian analisis
usahatani jahe (Zingiber officinale) di kecamatan
pematang sidamanik. Hasil penelitian menunjukan bahwa Dari
Analisis diatas maka usaha tani jahe badak dengan pola tanam monokultur layak
dikembangkan dimana sesuai denngan kaidah keputusan yaitu ; Analisis Rasio ,R/C
“250.000.0000/82.794.000 =3.019542 R/C≥ menguntungkan dan
layak dikembangkan.
I. Gunarto, b. De rosari dan
joko triastono (2013) dengan judul penelitian kajian analisa skala usahatani
tanaman jahe sebagai tanaman sela pada tanaman kelapa,studi kasus kecamatan
kewapante. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rata-rata
usahatani Jahe sebagai tanaman sela pada tanaman kelapa dewasa di daerah penelitian
berada dalam taraf increasing return to scale atau dasar taraf usaha dengan
kenaikan hasil yang bertambah. Perluasan usahatani ini masih dapat menurunkan
biaya rata-rata produksi dan menambah keuntungan petani. Pada kondisi yang
berlaku yaitu luas garapan, tenaga kerja dalam keluarg,a tenaga kerja luar
keluarga dan pengalaman petani berpengaruh nyata terhadap produksi Jahe. Luas
garapan mendominasi pengaruhnya terhadap produksi Jahe. Untuk meningkatkan
produktivitas usahatani serta keuntungan yang maksimal, perlu peningkatan luas
garapan, karena dengan rata-rata luas garapan 0,27 ha belum menunukkan skala
usaha yang optimal atau belum dicapai kondisi keuntungan yang maksimal. Hal ini
perlu ditunjang dengan alokasi faktor-faktor lainnya secara seimbang berupa
penggunaan pupuk, pestisida, varietas benih serta pemulihan tanaman yang lebih
baik.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Uasahatani
Usahatani adalah organisasi dari alam, tenaga kerja
dan modal yang ditujukan kepada produksi pertanian. Petani sebagai pengelola
usahatani termasuk pembiayaannya adalah seseorang yang membutuhkan dan berperan
dalam perencanaan bisnis yang meliputi penyediaan dan pengalokasian dana,
menciptakan dana melalui pengendalian sumber-sumber serta mengelolanya dalam
kegiatan produksi seefektif mungkin. Dengan demikian petani tidak boleh salah
langkah dalam tindakannya untuk mencapai tujuan produksi tersebut
(Hernanto,1988).
Usahatani dapat dikatakan berhasil minimal harus dapat
menghasilkan cukup pendapatan untuk membayar biaya semua alat yang diperlukan,
bunga modal, upah tenaga kerja petani dan keluarganya yang digunakan untuk
usahatani secara layak dan dapat mempertahankan keadaan usahatani sedikitnya
berada dalam keadaan semula (Hadisaputro, 1973).
Efisiensi usahatani memberikan batas layak dan
tidaknya suatu usahatani dilaksanakan. Perhitungan efisiensinya menggunakan
biaya dalam usahatani dianalisis melalui imbangan antara penerimaan total
dengan biaya total yang disebut Return and Cost Ratio (R/C ratio).
Pada metode ini mengandung arti bahwa tingkat efisiensi usahatani diukur atas
dasar keuntungan (Hernanto, 1988).
Efisiensi perlu diperhitungkan karena pendapatan
usahatani yang tinggi tidak selalu mencerminkan efisiensi yang tinggi pula,
selanjutnya untuk mengetahui manfaat dari suatu teknologi atau keragaman
usahatani yang satu terhadap yang lain dapat dilakukan dengan analisis B/C ratio.
(Soeharjo, et al, 1977).
BEP adalah
suatu nilai penjualan komersil pada suatu priode tertentu yang besarnya sama
dengan biaya yang dikeluarkan sehingga pengusaha pada saat itu tidak menderita
kerugian juga tidak mendapatkan keuntungan.
·
BEP Produksi
=
·
BEP Harga
=
×
Menurut
Budi Rahardjo (1996) bahwa Break Event Point adalah tehnik analisis untuk
mempelajari hubungan antara Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap keuntungan dan
volume penjualan.
×
Menurut
Ahyadi (1986) bahwa yang dikasud dengan Titik Pulang Pokok (BEP) adalah
merupakan suatu titik angka yang menunjukkan total penerimaan sama dengan total
biaya yang ada dalam perusahaan yang bersangkuta.
×
Menurut Arifin dan Fauzi (2000) bahwa analisis
Titik Pulang Pokok dapat memberikan informasi kepada manajer mengenai hubungan
antara volume penjualan biaya dan kemungkinan laba yang diperoleh pada tingkat
penjualan tertentu
2.2.2
Pendapatan
Menurut
Renville (2003), Pendapatan merupakan selisih total jumlah penerimaan dengan
jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha, sedangkan laba bersih
adalah jumlah pendapatan setelah dikurangi dengan pajak penghasilan.
Pendapatan
usahatani adalah keuntungan yang diperoleh petani dengan mengurangkan biaya
yang dikeluarkan selama proses produksi dengan penerimaan usahatani (Firman
dkk., 2010), dimana pendapatan tunai merupakan hasil perhitungan dari
pengurangan jumlah penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai usahatani.
Tujuan utama
dari analisis pendapatan usahatani adalah menggambarkan keadaan sekarang suatu
kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau
tindakan (Firman dkk., 2010). Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua
keterangan pokok, yaitu keadaan
pengeluaran selama usahatani dikerjakan atau dijalankan dalam waktu yang
telah ditentukan dan penerimaan (hasil produksi x harga jual). Sehingga dari
dua faktor tersebut dapat dianalisis pendapatan yang diperoleh petani baik itu
pendapatan bersih maupun pendapatan kotor karena melibatkan perhitungan biaya
yang tidak tunai dan biaya yang diperhitungkan sesuai dengan perhitungan
pendapatan usahatani.
Besarnya
pendapatan petani yang diperoleh merupakan ukuran keberhasilan dari sesuatu
yang dikelola dengan jumlah dan bentuk pendapatan yang mempunyai fungsi yang
sama yaitu memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan kepada petani
agar dapat melanjutkan kegiatannya. Lebih lanjut dikatakan oleh Fadholi dalam Harmawati (2011), bahwa besarnya
pendapatan tunai dari usahatani dapat menggambarkan kemajuan ekonomi usahatani
spesialisasi dan pembagian kerja. Selanjutnya besarnya tingkat pendapatan ini
juga dapat digunakan untuk membandingkan keberhasilan petani yang satu terhadap
petani yang lain.
Pendapatan
petani timbul bila perbandingan jumlah penerimaan dari hasil produksi lebih
besar dibadingkan dengan jumlah biaya atau pengeluaran selama proses
produksi. Selanjutnya dari pendapat
Soeharjo dan Dahlan dalam Harmawati
(2011), menyatakan bahwa pendapatan sebagai selisih dari penerimaan dan biaya
yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung. Jadi dapat diketahui nilai pendapatan atau
keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usahatani, yaitu dengan
mengetahui besarnya penerimaan yang dikali dengan harga yang berlangsung,
kemudian dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan sejak dari pengolahan tanah
sampai pasca panen.
Secara
ekonomi, masalah pendapatan adalah merupakan salah satu tolak ukur untuk
mengetahui tingkat kemakmuran suatu negara atau daerah. Oleh
karena itu yang dimaksud dengan pendapatan dapat dijelaskan dari dua
sisi yaitu : rumah tangga negara atau individu yang dikenal dengan pendapatan
nasional atau regional, dan rumah tangga masyarakat atau individu yang dikenal
dengan pendapatan masyarakat atau individu yang dikenal dengan sebutan
pendapatan masyarakat. Ada beberapa yang
mempengaruhi pendapatan antara lain :
2.2.3 Produksi
Produksi
adalah hasil yang diperoleh sebagai akibat dari bekerjanya faktor-faktor
produksi secara sekaligus yakni tanah, tenaga kerja, dan modal. Tingginya
produksi yang diikuti oleh semakin besarnya pendapatan akan lebih merangsang
petani dalam meningkatkan produksinya.
Produksi merupakan sejumlah hasil dalam satu lokasi dan waktu
tertentu. Selanjutnya Soekartawi (1995),
menyatakan bahwa hasil akhir dari suatu produksi adalah produk atau output, produksi dalam pertanian atau
lainnya dapat bervariasi yang antara lain disebabkan karena perbedaan kualitas
dimana kualitas yang baik dihasilkan oleh proses produksi yang baik dan begitu
pula sebaliknya, kualitas produksi menjadi kurang baik bila usaha dilaksanakan
dengan kurang baik.
2.2.4
Penerimaan
Penerimaan
adalah jumlah nilai atau hasil penjualan yang diterima dalam menjalankan usaha
(Renvilte Siagian, 2003). Pada hakekatnya perkataan penerimaan (revenue) merupakan sinonim dari
pendapatan (income). Oleh karena itu
dalam kehidupan sehari-hari pengertian kedua perkataan tersebut tidak ada
perbedaan yang prinsip. Dimana
penerimaan adalah sejumlah uang yang diterima dari sumber tertentu. Dengan kata
lain dapat dikemukakan bahwa penerimaan adalah sebagian dari keseluruhan
pendapatan (Wasis, 1992).
Soekartawi
(2005) menyatakan bahwa total penerimaan usahatani diperoleh dari produksi
fisik dikalikan dengan harga produksi. Bila keadaan memungkinkan,maka sebaiknya
petani mengolah sendiri hasil pertaniannya untuk mendapatkan kualitas hasil
yang baik yang harganya relatif tinggi dan akhimya juga akan mendatangkan total
penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar.
Penerimaan
usahatani berwujud tiga hal, yaitu : (1) hasil penjualan tanaman,temak, ikan
atau produksi yang dijual, (2) produksi yang konsumsi pengusaha dan keluarga
selama melakukan kegiatan, (3) kenaikan nilai inventaris. Besar kecilnya
pendapatan dalam usahatani ditentukan efisiensi biaya produksi, pengadaan
bahan, faktor produksi dan efisiensi-efisiensi biaya tata niaga. Penerimaan
adalah jumlah nilai atau hasil penjualan yang diterima dalam menjalankan usaha
(Kasmir dan Jakfar, 2005).
2.2.5
Biaya
Biaya adalah
hasil dari semua input ekonomi yang diperlukan dan dapat diperkirakan untuk
menghasilkan suatu produk atau nilai yang dinyatakan dengan uang. Sedangkan
pengorbanan ekonomi merupakan sarana produksi yang habis terpakai selama satu
siklus produksi. Biaya yang diperlukan merupakan suatu pengorbanan yang perlu
biaya dan dapat diperkirakan, dimana biaya yang digunakan dapat dipastikan pada
saat pelaksanaannya, dan dapat diukur serta harus dapat dihitung jumlahnya dan
dinyatakan dalam bentuk uang pada waktu penghitungan.
Lebih lanjut
Makhruf dalam Agus (2011), menyatakan
beberapa komponen biaya suatu usahatani yaitu : Biaya sarana produksi, biaya
bunga, modal, biaya tanah,biaya alat-alat produksi yang tahan lama,biaya tenaga
kerja. Biaya tetap adalah biaya yang ada hubungannya dengan usahatani sebagai
aparat produksi, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang berubah-ubah
sejalan dengan proses produksi.
Suatu
usahatani dikatakan sukses apabila pendapatan yang diperoleh sebanding dengan
seluruh pengorbanan yang digunakan selama proses produksi. Dalam hal ini nilai dari pendapatan
mempunyai hasil untuk membayar semua pembelian sarana produksi, bunga, modal,
dan upah tenaga kerja maupun bentuk- bentuk upah lainnya. Olehnya itu untuk mencapai tujuan tersebut
perlu adanya perbaikan dalam proses produksi maupun menghitung pengelolaan
serta bebas pula menjual hasil usahataninya pada tingkat harga yang tinggi,
dengan demikian penerimaan yang diperoleh akan lebih tinggi dari biaya-biaya
yang telah dikeluarkan selama melakukan kegiatan usahataninya.
Biaya
merupakan pengorbanan ekonomi yang diukur dengan satuan uang baik yang telah
terjadi maupun yang kemungkinan akan tejadi untuk mencapai tujuan
tertentu. Biaya adalah semua jenis
pengeluaran yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usaha penjualan.
Biaya-biaya tersebut terbagi menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya
tetap terdiri atas biaya sewa lahan, upah tenaga kerja, biaya listrik, dan
pemeliharaan gedung. Sedangkan biaya tidak
tetap terdiri atas biaya pengadaan benih dan bibit, biaya transportasi, biaya
administrasi, biaya retribusi dan pajak hasil penjualan (Renville Siagian,
2003).
Pada
dasarnya setiap produksi tidak terlepas dari penggunan atau pengeluaran biaya.
Biaya mempunyai peranan penting dalam setiap pengambilan keputusan produksi
ataupun usahatani. Dalam suatu
perencanaan produksi ataupun usahatani.
Dalam suatu perencanaan produksi pertanian ataupun produksi lainnya,
persoalan biaya menempati kedudukan yang amat penting, karena pengambilan
keputusan menggunakan pertimbangan-pertimbangan. Biaya sering menjadi masalah bagi petani
terutama dalam pengadaan sarana produksi. Karena kurangnya biaya yang tersedia
tidak jarang petani mengalami kerugian dalam usahataninya (Mosher, 2004).
2.2.6 Deskripsi Tanaman Jahe
Jahe (Zingiber officinale Rosc) merupakan
tanaman rempah yang dimanfaatkan sebagai minuman atau campuran pada berbagai
bahan pangan. Rasa jahe yang pedas bila dibuat minuman bisa memberikan sensasi
sebagai pelega dan penyegar tenggorokan, juga bisa memberikan rasa hangat pada
tubuh.
Selain sebagai penyedap makanan dan minuman, rimpang
jahe juga berkhasiat sebagai obat-obatan. Dewasa ini jahe banyak dimanfaatkan
untuk asupan makanan, industri makanan/minuman, atau bahan obat. Oleh karena
itu, rimpang jahe juga banyak dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Jahe
(Zingiber officinale Rosc) termasuk kedalam kelas
Monocotyledon yaitu tanaman berkeping satu dan famili Zingiberaceae atau famili
temu-temuan. tanaman ini merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah yang
telah lama tumbuh di Indonesia. Bahkan bangsa asing mencoba mencari dan
mendatangi negara Indonesia beberapa abad silam karena tanaman ini.
Jahe
(Zingiber officinale Rosc)
dapat dibudidayakan dengan dua pola tanam yang berbeda yaitu secara tumpeng
sari dan monokultur.
1)
Tumpang sari
adalah penanaman dua tanaman atau lebih secara bersamaan atau dengan satu
interval waktu yang singkat, pada sebidang tanah yang sama.
Mamfaat
budidaya jahe (Zingiber officinale Rosc) dengan cara
pola tanam tumpeng sari adalah:
a. Untuk
mengurangi serangan hama dan penyakit yang akan menyerang tanaman utama.
b. Untuk
memperoleh hasil yang maksimal dengan lahan yang sempit, Karena panen bisa
beberapa kali dengan usia panen dan jenis tanaman yang berbeda.
c. Hemat
biaya pengolahan lahan dan perawatan.
d. Mendaptkan
keuntungan hasil jual yang lebih, Karena setiap tanaman memiliki nilai jual
yang berbeda.
http://beres-n.blogspot.co.id/2010/12/tehnik-budidaya-jahe.html
2) Monokultur
adalah salah satu cara budidaya lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman
pada satu areal.
Mamfaat
budidaya jahe (Zingiber officinale Rosc) dengan cara
pola tanam monokultur adalah:
a) Pola
tanam monokultur memiliki pertumbukan dan hasil yang lebih besar daripada pola
tanam lainnya, Karena tidak adanya persaingan antara tanaman dalam merebutkan
unsur hara maupun sinar matahari.
b) Teknis
budidaya relative mudah Karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara
hanya satu jenis.
http://blog.ub.ac.id
2.2.7 Pedoman Budidaya Jahe
A.
Pembibitan
1) Persyaratan Bibit
Bibit
berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologik
(persentase tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan mutu
fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh karena itu kriteria yang
harus dipenuhi antara lain:
a. Bahan bibit diambil langsung dari
kebun (bukan dari pasar).
b. Dipilih bahan bibit dari tanaman
yang sudah tua (berumur 9-10 bulan).
c. Dipilih pula dari tanaman yang
sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau lecet.
2) Teknik Penyemaian Bibit
Untuk
pertumbuhan tanaman yang serentak atau seragam, bibit jangan langsung ditanam
sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit dapat dilakukan
dengan peti kayu atau dengan bedengan.
a. Penyemaian pada peti kayu
Rimpang
jahe yang baru dipanen dijemur sementara (tidak sampai kering), kemudian
disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana
setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari.
Selanjutnya potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam karung beranyaman
jarang, lalu dicelupkan dalam larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar
1 menit kemudian keringkan. Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu. Lakukan
cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu
diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi abu gosok atau sekam
padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam
padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.
b. Penyemaian pada bedengan
Buat
rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan
jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian tersebut dibuat bedengan
dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan
jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu diberi jerami
pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan
bagian atas berupa jerami. Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan dengan
penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2
minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar tidak
terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan
dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan beratnya 40-60
gram.
3) Penyiapan Bibit
Sebelum
ditanam, bibit harus dibebaskan dari ancaman penyakit dengan cara bibit
tersebut dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida
sekitar 8 jam. Kemudian bibit dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.
B.
Pengolahan
Media Tanam
1) Persiapan Lahan
Untuk
mendapatkan hasil panen yang optimal harus diperhatikan syaratsyarat tumbuh
yang dibutuhkan tanaman jahe. Bila keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan
keasaman tanah yang dibutuhkan tanaman jahe, maka harus ditambah atau dikurangi
keasaman dengan kapur.
2) Pembukaan Lahan
Pengolahan
tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan
untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur atau remah dan membersihkan tanaman
pengganggu. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun menguap
serta bibit penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada
pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan
pengolahan tanah yang kedua sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus
diberikan pupuk kandang dengan dosis 1.500-2.500 kg.
3) Pembentukan Bedengan
Pada
daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk mencegah
terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan engan
ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm, sedangkan anjangnya disesuaikan dengan
kondisi lahan.
4) Pengapuran
Pada
tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya, Terutama
fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap.
Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi media perkembangan beberapa cendawan
penyebab penyakit fusarium sp dan pythium sp. Pengapuran juga berfungsi
menambah unsur kalium yang sangat diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian
tanaman yang berkayu, merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal
dinding sel buah dan merangsang pembentukan biji.
a. Derajat keasaman < 4 (paling
asam): kebutuhan dolomit > 10 ton/ha.
b. Derajat keasaman 5 (asam):
kebutuhan dolomit 5.5 ton/ha.
c. Derajat keasaman 6 (agak asam):
kebutuhan dolomit 0.8 ton/ha.
C.
Teknik
Penanaman
1) Penentuan Pola Tanaman
Pembudidayaan
jahe secara monokultur pada suatu daerah tertentu memang dinilai cukup
rasional, karena mampu memberikan produksi dan produksi tinggi
2) Pembutan Lubang Tanam
Untuk
menghindari pertumbuhan jahe yang jelek, karena kondisi air tanah yang buruk,
maka sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan. Selanjutnya buat
lubang-lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm untuk menanam bibit.
3) Cara Penanaman
Cara
penanaman dilakukan dengan cara melekatkan bibit rimpang secara rebah ke dalam
lubang tanam atau alur yang sudah disiapkan.
4) Periode Tanam
Penanaman
jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sekitar bulan September dan
Oktober. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup
banyak untuk pertumbuhannya.
D.
Pemeliharaan
Tanaman
1) Penyulaman
Sekitar
2-3 minggu setelah tanam, hendaknya diadakan untuk melihat rimpang yang mati.
Bila demikian harus segera dilaksanakan penyulaman gar pertumbuhan bibit
sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih
bibit rimpang yang baik serta pemeliharaan yang benar.
2) Penyiangan
Penyiangan
pertama dilakukan ketika tanaman jahe berumur 2-4 minggu kemudian dilanjutkan
3-6 minggu beberapa kali. Tergantung pada kondisi tanaman pengganggu yang
tumbuh. Namun setelah jahe berumur 6-7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan
penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut rimpangnya mulai besar.
3) Pembubunan
Tanaman
jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air dapat berjalan dengan baik,
maka tanah harus digemburkan. Disamping itu tujuan pembubunan untuk menimbun
rimpang jahe yang kadang-kadang muncul ke atas permukaan tanah. Apabila tanaman
jahe masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak
kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar
setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem
pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air. Pertama kali
dilakukan pembumbunan pada waktu tanaman jahe berbentuk rumpun yang terdiri
atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tanaman
jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.
4) Pemupukan
a. Pemupukan Organik
Pada
pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan
obat-obatan, maka pemupukan secara organik yaitu dengan menggunakan pupuk
kompos organik atau pupuk kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita
menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organik ini dilakukan
pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak
60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat
pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang
tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman.
b. Pemupukan Konvensional
Selain
pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman jahe perlu diberi pupuk susulan
kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah
pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan
pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon),
serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga
dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75
kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal
tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2
bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar
tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman
5) Pengairan dan Penyiraman
Tanaman
Jahe tidak memerlukan air yang terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi
pada awal masa tanam diusahakan penanaman pada awal musim hujan sekitar bulan
September;
6) Waktu Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan
pestisida sebaiknya dilakukan mulai dari saat penyimpanan bibit yang untuk
disemai dan pada saat pemeliharaan. Penyemprotan pestisida pada fase
pemeliharaan biasanya dicampur dengan pupuk organik cair atau vitamin-vitamin
yang mendorong pertumbuhan jahe.
E.
Hama dan Penyakit
1) Hama
Hama
yang dijumpai pada tanaman jahe adalah:
a. Kepik, menyerang daun tanaman hingga
berlubang-lubang.
b. Ulat penggesek akar, menyerang akar
tanaman jahe hingga menyebabkan tanaman jahe menjadi kering dan mati.
c. Kumbang.
2) Penyakit
a. Penyakit layu bakeri
Gejala:
Mula-mula
helaian daun bagian bawah melipat dan menggulung kemudian terjadi perubahan
warna dari hijau menjadi kuning dan mengering. Kemudian tunas batang menjadi
busuk dan akhirnya tanaman mati rebah. Bila diperhatikan, rimpang yang sakit
itu berwarna gelap dan sedikit membusuk, kalau rimpang dipotong akan keluar
lendir berwarna putih susu sampai kecoklatan. Penyakit ini menyerang tanaman
jahe pada umur 3-4 bulan dan yang paling berpengaruh adalah faktor suhu udara
yang dingin, genangan air dan kondisi tanah yang terlalu lembab.
Pengendalian:
×
jaminan
kesehatan bibit jahe;
×
karantina
tanaman jahe yang terkena penyakit;
×
pengendalian
dengan pengolahan tanah yang baik;
×
pengendalian
fungisida dithane M-45 (0,25%), Bavistin (0,25%)
b. Penyakit busuk rimpang
Penyakit
ini dapat masuk ke bibit rimpang jahe melalui lukanya. Ia akan tumbuh dengan
baik pada suhu udara 20-25 derajat C dan terus berkembang akhirnya menyebabkan
rimpang menjadi busuk.
Gejala
:
Daun
bagian bawah yang berubah menjadi kuning lalu layu dan akhirnya tanaman mati.
Pengendalian:
×
penggunaan
bibit yang sehat;
×
penerapan
pola tanam yang baik;
×
penggunaan
fungisida.
c. Penyakit bercak daun
Penyakit
ini dapat menular dengan bantuan angin, akan masuk melalui luka maupun tanpa
luka.
Gejala:
Pada
daun yang bercak-bercak berukuran 3-5 mm, selanjutnya bercakbercak itu berwarna
abu-abu dan ditengahnya terdapat bintik-bintik berwarna hitam, sedangkan
pinggirnya busuk basah. Tanaman yang terserang bisa mati.
Pengendalian
:
baik
tindakan pencegahan maupun penyemprotan penyakit bercak daun sama halnya dengan
cara-cara yang dijelaskan di atas.
3) Gulma
Gulma
potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara lain adalah
rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.
1) Pengendalian hama/penyakit secara
organic
Dalam
pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan
dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu
sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut
yang dikenal dengan PHT (Pengendalian HamaTerpadu) yang komponennya adalah sbb:
a. Mengusahakan pertumbuhan tanaman
yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit
serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman.
b. Memanfaatkan semaksimal mungkin
musuh-musuh alami.
c. Menggunakan varietas-varietas unggul
yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
d. Menggunakan pengendalian
fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
e. Menggunakan teknik-teknik budidaya
yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling
menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan
siklus penyebaran hama dan penyakit potensial.
f.
Penggunaan
pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak
menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada
tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat
berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.
Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida
nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:
1) Tembakau (Nicotiana tabacum) yang
mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut.
Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids.
2) Piretrum (Chrysanthemum
cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai
insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan
semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama
gudang, dan lalat buah.
3) Tuba (Derris elliptica dan Derris
malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang
diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan.
F.
Panen
1) Ciri dan Umur Panen
Pemanenan
dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila kebutuhan untuk
bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa ditanam pada umur kurang
lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya dibiarkan
sampai tua. Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen setelah cukup tua.
Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri
warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal
tanaman jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama
15 hari atau lebih.
2) Cara Panen
Cara
panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat garpu atau
cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Selanjutnya tanah dan
kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci.
Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama 1
minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan
terlalu tinggi melainkan agak disebar.
3) Periode Panen
Waktu
panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, yaitu diantara bulan Juni –
Agustus. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah.
Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama
ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada
musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang
sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
BAB III
KERANGKA
BERFIKIR DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka
Berfikir
Dalam
melakukan usahatani, petani di Pacitan menerapkan pola tanam tumpeng sari dan
monokultur. Untuk mengelola usahatani tersebut petani membutuhkan biaya-biaya
atau pengeluaran dalam proses produksinya, seperti biaya benih, pupuk,
obat-obatan, tenaga kerja dan biaya lainnya. Banyaknya produksi yang dihasilkan
dalam usahatani tersebut akan mempengaruhi penerimaan. Pendapatan yang
dihasilkan dalam usahatani tersebut adalah selisih antara penerimaan dengan
total biaya. Besarnya total biaya dan penerimaan akan mempengaruhi besarnya
pendapatan petani.
Dengan
asumsi luas lahan yang sama, antara petani yang melakukan tumpeng sari dengan
petani monokultur terdapat perbedaan pendapatan karena total biaya produksi dan
penerimaan yang dihasilkan berbeda. Biaya produksi, penerimaan dan pendapatan
yang dihasilkan dari usahatani pola tumpang sari dan monokultur dapat dilakukan
perbandingan untuk mengetahui perbedaan total biaya produksi, penerimaan, dan
pendapatan antara usahatani pola tumpang sari dengan monokultur serta dilakukan
analisis rasio penerimaan terhadap biaya untuk mengetahui apakah usahatani yang
dilakukan menguntungkan petani atau tidak. Secara sistematis kerangka pemikiran
dapat dituliskan sebagai berikut:
3.2 Hipotesis
Berdasarkan
kerangka berfikir maka disusun hipotesis, sebagai berikut:
1. Menganalisis keuntungan petani dalam berusahatani jahe di kabupaten
pacitan.
2. Menganalisis efisiensi petani dalam berusahatani jahe
di kabupaten pacitan.
3. Menganalisis BEP petani dalam berusahatani jahe
di kabupaten pacitan.
4. Menganalisis
kelayakan usaha tani jahe di kabupaten pacitan.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Lokasi penelitian
Metode penentuan daerah penelitian secara sengaja (purpose)
yaitu tempat yang dipilih sebagai lokasi penelitian sesuai dengan judul
penelitian dan sangat relevan dengan permasalahan yang diajukan adalah petani
jahe di kabupaten pacitan.
4.2 Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
dua teknik sampel. Pertama teknik sampel yang dilakukan secara sensus yaitu
semua populasi petani jahe di kabupaten pacitan dijadikan sampel. Dan yang
kedua adalah Sampling kuota yaitu teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang
mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan (Sugiyono,
2011:67). Penelitian ini sampling diambil dari populasi petani yang melakukan
usahatani jahe sebanyak 10 petani di kabupaten pacitan
4.3 Teknik Analisa Data
Untuk mengetahui efisiensi usahatani jahe, digunakan
beberapa metode analisa :
Untuk
menghitung penerimaan total usahatani jahe dalam satu kali proses panen yang
dihasilkan. Secara sistematis dapat ditulis :
TR = P x Q
Dimana:
TR = Total revenue (Penerimaan
total)
P = Price (Harga
pokok)
Q = Quantity (Jumlah
produk)
Untuk
menghitung keuntungan petani/produsen dari usahatani jahe dalam satu kali
proses produksi atau panen per musim diperoleh dari hasil antara penerimaan
total dikurangi dengan biaya produksi total. Secara sistematis dapat ditulis :
Π = TR – TC
Keterangan:
Π= Laba bersih atau
keuntungan
TR= Penerimaan total (Total
revenue)
TC= Biaya total (Total
cost)
Sedangkan
menghitung efisiensi digunakan analisis R/C ratio dengan tujuan untuk
mengetahui usahatani jahe tersebut efisien atau tidak, yang diperoleh dari
total penerimaan dibagi dengan pengeluaran yang digunakan selama proses
produksi usahatani jahe dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah Penerimaan
R/C ratio =
Total Biaya Produksi
Dengan
Kriteria :
a. R/C > 1, maka
usahatani tersebut efisien dan menguntungkan.
b. R/C = 1, maka
usahatani tersebut tidak menguntungkan dan tidak rugi.
c. R/C < 1, maka
usahatani tersebut tidak efisien dan tidak menguntungkan.
Untuk
menghitung titik impas volume untuk menghitung berapa ton atau Kwintal (Ku)
yang harus terjual agar menjadi titik impas, digunakan rumus :
BEP (Volume) =
Keterangan:
BEP
(Volume) = Titik impas volume yang harus
dijual (Ton atau Ku)
TC
= Biaya total usahatani jahe
P = Harga jahe per Ton atau Ku (Rp./Ton atau
Ku)
Jika
: 1. BEPv < V artinya titk impas lebih kecil daripada volume maka usahatani jahe
tidak layak.
2. BEPv > V artinya
titik impas lebih besar daripada volume maka usahatani jahe layak.
3.
BEPv = V artinya titik impas sama dengan volume maka usahatani jahe mengalami
titik impas (BEP).
Sedangkan
BEP harga untuk menghitung berapa harga yang harus terjual agar menjadi titik
impas, digunakan rumus :
BEP
(Harga) =
Keterangan:
BEP
(Harga) = Titik impas harga yang harus
dijual (Rp./Ton atau Ku)
TC = Biaya total usahatani jahe
Q = Jumlah total rata – rata
panen hasil jahe per Ton atau Ku
Jika
: 1. BEP (Harga) < P artinya titik impas lebih kecil daripada harga maka usahatani
jahe layak.
2.
BEP (Harga) > P artinya titik impas lebih besar daripada harga maka usahatani
jahe tidak layak.
3.
BEP (Harga) = P artinya titik impas sama dengan harga maka usahatani jahe mengalami
titik impas (BEP).
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
5.1
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil data penelitian, maka
paparan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Mengetahui
besarnya keuntungan petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan.
2. Mengetahui
besarnya tingkat efisiensi petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan
3. Mengetahui
Seberapa besar tingkat BEP petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan
4. Mengetahui
apakah usaha tani jahe secara ekonomi layak untuk diusahakan
5.2 Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan olahan data hasil penelitian,
maka dibahas sebagai berikut:
1. Mengetahui
besarnya keuntungan petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan.
2. Mengetahui
besarnya tingkat efisiensi petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan
3. Mengetahui
Seberapa besar tingkat BEP petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan
4. Mengetahui
apakah usaha tani jahe secara ekonomi layak untuk diusahakan
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Berdasarakan pembahasan hasil penelitian,
maka disimpulkan sebagai berikut:
1. Mengetahui
besarnya keuntungan petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan.
2. Mengetahui
besarnya tingkat efisiensi petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan
3. Mengetahui
Seberapa besar tingkat BEP petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan
4. Mengetahui
apakah usaha tani jahe secara ekonomi layak untuk diusahakan
6.2
Saran
1. Spekulasi
2. Bahawa
terdapat masih banyak kelemahan – kelemahan dari penelitian ini, maka
dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk dapat melegkapi kelemahan tersebut.
DAFTAR
FUSTAKA
Agus., 2011. Analisis Pemasaran Kopi Serbuk Di Pasar Sentral
Wawotobi dan Pasar Sentral Unaaha Kabupaten Konawe. Skripsi Fakultas Pertanian
Universitas Lakidende. Unaaha.
Dresthy Aulia Estefan., 2011. Analisis usahatani dan pemasaran bunga-potong
anggrek dendrobium kasus kecamatan gunung sindur, kabupaten bogor. Departemen
agribisnis
Firman Wahyudi, Lif Rahmat Fauzi, Rina Kusrina, Heni
Habibah., 2010. Pola Usahatani Padi, Ubi
Jalar, dan Katuk Untuk Mengakumulasi Modal dan Meningkatkan Pendapatan Petani.
Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.
Gunarto I, De rosari dan joko triastono, 2013. Kajian analisa skala
usahatani tanaman jahe sebagai tanaman sela pada tanaman kelapa, studi kasus
kecamatan kewapante, BPTP NTT.
Kasmir dan Jakfar., 2005.
Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Pertama, Cetakan Ketiga. Prenanda Media
Group. Jakarta.
Mosher Daniel., 2004.
Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Renville Siagian., 2003.
Pengantar Manajemen Agribisnis. Cetakan Ketiga. Gadja Mada University
Press. Yogyakarta.
Soekartawi., 1995.
Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Soekartawi., 2005.
Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT Rajagrapindo Persada. Jakarta
Vinsensius E. A.,
Dian T. dan Putu F. K. L.2016. Analisis
usahatani jeruk siam dan faktor – faktor yang memepengaruhi
penerimaan petani studi kasus di desa bayung Gede kecamatan kintamani kabupaten
bangle. Fakultas
Pertanian Universitas Mahasaraswati Denpasar.
Wasis., 1992.
Pengantar Ekonomi Perusahaan. Alumni. Bandung