Selasa, 16 Januari 2018

Proposal Analisis Usahatani Jahe (Zingiber officinale) di kabupaten pacitan

0 komentar


ANALISIS USAHA TANI JAHE (Zingiber officinale)
DI KABUPATEN PACITAN




DISUSUN OLEH :
Ihsan (21401032011)




PRODI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2016/2017






KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan kami berbagai macam nikmat, sehingga aktivitas hidup ini banyak diberikan keberkahan. Dengan kemurahan yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami bisa menyelesaikan proposal ini dengan baik.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami haturkan kepada dosen dan teman-teman yang banyak membantu dalam penyusunan laporan ini. Kami menyadari di dalam penyusunan proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian.
Oleh karena itu kami meminta maaf atas ketidaksempurnaanya dan juga memohon kritik dan saran untuk kami agar bisa lebih baik lagi dalam membuat proposal ini. Harapan kami mudah-mudahan apa yang kami susun ini bisa memberikan manfaat untuk diri kami sendiri,teman-teman, serta orang lain.



Malang,  4 Februari 2017


                                                                                                                Penyusun




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………….…………. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….…………... iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….…………... 1
1.1  Latar Belakang…………………………………………………….…………. 1
1.2  Rumusan Masalah……………………………………………….………….... 2
1.3  Tujuan………………………………………………………….…………….. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….…………… 3
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu…………………………………….…………….. 3
2.2 Landasan Teori………………………………………………….…………… 4
BAB III KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS……………………………….. 18
3.1 Kerangka Berfikir…………………………………………………………….18
3.2 Hipotesis…………………………………………………………………….. 19
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN……………………………….…………….. 20
4.1 Lokasi Penelitian……………………………………………….…………… 20
4.2 Metode Pengambilan Sampel……………………………….………………. 20
4.3 Teknik Analisa Data…………………………………………….…………... 20
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………………………. 23
5.1 Hasil Penelitian…………………………………………………………….... 23
5.2 Pembahasan Hasil Penelitian……………………………………………….. 23
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………… 24
6.1 Kesimpulan…………………………………………………………………. 24
6.2 Saran ……………………………………………………………………….. 24
DAFTAR FUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN






BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarar Belakang
Indonesia sebagai suatu negara yang menjalankan pembangunan nasional mempunyai tujuan mencapai kesejahtraan serta mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam merealisasikan hal itu,sangat dibutuhkan pembagunan perekonomian untuk mencapai kesejahtraan.
Jumlah penduduk dan angkatan kerja yang besar serta laju pertumbuhan penduduk yang
tinggi sebenarnya tidak perlu menjadi masalah bila daya dukung ekonomi yang efektif di daerah
itu cukup kuat untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakat termasuk penyediaan
kesempatan kerja (Simanjuntak; 1985)
Indonesia adalah Negara agraris yang sebagaian besar penduduknya terdiri dari dari petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting. Sektor pertanian sebagai sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk terutama bagi mereka yang memiliki mata pencaharian utama sebagai petani. Selain itu sektor pertanian, salah satu  hal penting yang harus diperhatikan sebagai penyedia pangan bagi masyarakat. Peningkatan produksi yang harus seimbang dengan laju pertumbuhan penduduk dapat dicapai melalui peningkatan pengelolaan usahatani secara intensif. Oleh karena itu, pengetahuan tentang cara pengusahaan suatu usahatani mutlak dibutuhkan agar dapat meningkatkan produktifitas serta dapat meningkatkan pendapatan sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat.
Ilmu usaha tani merupakan ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang melakukan pertanian, dan masalahnya ditinjau secara khusus dari kedudukan pengusahanya sendiri. Ilmu usaha tani menyelidiki cara-cara seorang  petani sebagai pengusaha menyusun, mengatur, dan menjalankan perusahaan itu. Jadi orang harus memisahkan dua faktor, yang satu pengusaha dan  perusahaannya. Yang penting dari kegiatan usaha itu adalah hasil dari perusahaan, baik berupa barang yang dihasilkan maupun berupa pendapatan yang diperoleh  pengusaha dari perusahaannya itu. Bagaimana baiknya hasil usaha tersebut sangat tergantung dari bagaimana  pengusaha menyusun, mengatur dan menjalankan  perusahaannya (Adiwilaga, 1982:27). Ilmu usaha tani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu (Soekartawi, 2002).
Secara garis besar, besarnya pendapatan usahatani diperhitungkan dari pengurangan besarnya penerimaan dengan besarnya biaya usahatani tersebut. Penerimaan suatu usahatani akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti luasnya usahatani, jenis dan harga komoditi usahatani yang diusahakan, sedang besarnya biaya suatu usahatani akan dipengaruhi oleh topografi, struktur tanah, jenis dan varietas komoditi yang diusahakan, teknis budidaya serta tingkat teknologi yang digunakan.
Sebagai salah satu komoditas perkebunan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat terutama sebagai bahan rempah-rempah dan obat-abatan tradisional maka jahe mempunyai prospek pemasaran yang cukup baik untuk dikembangkan.  Selain dari segi pemasaran, tanaman jahe dapat juga dilihat dari cara merawat dan pamantauan dari tanaman itu yang cukup mudah hanya dilakukan penyiraman sekaligus perlakuan khusus pada tanaman.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka disusun rumusan masalah, sebagai berikut:
1.      Seberapa besar keuntungan petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan?
2.      Seberapa besar tingkat efisiensi petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan?
3.      Seberapa besar tingkat BEP petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan?
4.      Apakah usaha tani jahe secara ekonomi layak untuk diusahakan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pembuatan proposal ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui rata-rata keuntungan petani dalam berusahatani jahe di kabupaten pacitan.
2.      Untuk mengetahui efisiensi petani dalam berusahatani jahe di kabupaten pacitan.
3.      Untuk mengetahui BEP petani dalam berusahatani jahe di kabupaten pacitan.
4.      Ingin menganalisis apakah usaha tani jahe secara ekonomi layak untuk diusahakan







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Vinsensius Efrain Aluhariandu, Dian Tariningsih, Putu Fajar Kartika Lestari (2016) analisis usahatani jeruk siam dan faktor faktor yang Memepengaruhi penerimaan petani, studi kasus di desa bayung Gede kecamatan kintamani kabupaten bangli. Dengan hasil penelitian bahwa Rata-rata penerimaan usahatani jeruk di Desa Bayung Gede adalah Rp.59.300.000/UT atau Rp.85.950.000/ha, dengan rata-rata biayaRp 13.560.230/UT (luas lahan 69 are) atau Rp.19.652.600/ha. Dengan demikian rata-rata pendapatan usahatani jerukadalah sebesar.
Dresthy aulia estefan (2011) dengan judul penelitian analisis usahatani dan pemasaran Bunga-potong anggrek dendrobium (Kasus Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor) dengan hasil penelitian sebagai berikut: Usahatani bunga-potong anggrek Dendrobium yang dikembangkan oleh petani di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor ini memberikan keuntungan Karena nilai pendapatan atas biaya totalnya memiliki nilai positif baik untuk petani skala I maupun petani skala II. Selain itu, nilai R/C atas biaya total dan R/C atas biaya tunai yang diperoleh lebih besar dari satu yang berarti usahatani bunga-potong anggrek Dendrobium ini layak untuk dikembangkan oleh petani di Kecamatan Gunung Sindur. Besarnya skala usaha mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani bungapotong anggrek Dendrobium, semakin besar skala yang diusahakan maka keuntungan yang diperoleh semakin besar pula. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan R/C rasio, petani skala II memiliki nilai R/C rasio lebih besar dibandingkan dengan petani skala I. R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total petani skala I masing-masing sebesar 1,91 dan 1,11. R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total untuk petani skala II masing-masing 3,79 dan 1,91.
Edowart Sitorus (2012) dengan judul penelitian analisis usahatani jahe (Zingiber officinale) di kecamatan pematang sidamanik. Hasil penelitian menunjukan bahwa Dari Analisis diatas maka usaha tani jahe badak dengan pola tanam monokultur layak dikembangkan dimana sesuai denngan kaidah keputusan yaitu ; Analisis Rasio ,R/C “250.000.0000/82.794.000 =3.019542 R/C≥ menguntungkan dan layak dikembangkan.
I. Gunarto, b. De rosari dan joko triastono (2013) dengan judul penelitian kajian analisa skala usahatani tanaman jahe sebagai tanaman sela pada tanaman kelapa,studi kasus kecamatan kewapante. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rata-rata usahatani Jahe sebagai tanaman sela pada tanaman kelapa dewasa di daerah penelitian berada dalam taraf increasing return to scale atau dasar taraf usaha dengan kenaikan hasil yang bertambah. Perluasan usahatani ini masih dapat menurunkan biaya rata-rata produksi dan menambah keuntungan petani. Pada kondisi yang berlaku yaitu luas garapan, tenaga kerja dalam keluarg,a tenaga kerja luar keluarga dan pengalaman petani berpengaruh nyata terhadap produksi Jahe. Luas garapan mendominasi pengaruhnya terhadap produksi Jahe. Untuk meningkatkan produktivitas usahatani serta keuntungan yang maksimal, perlu peningkatan luas garapan, karena dengan rata-rata luas garapan 0,27 ha belum menunukkan skala usaha yang optimal atau belum dicapai kondisi keuntungan yang maksimal. Hal ini perlu ditunjang dengan alokasi faktor-faktor lainnya secara seimbang berupa penggunaan pupuk, pestisida, varietas benih serta pemulihan tanaman yang lebih baik.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Uasahatani
Usahatani adalah organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi pertanian. Petani sebagai pengelola usahatani termasuk pembiayaannya adalah seseorang yang membutuhkan dan berperan dalam perencanaan bisnis yang meliputi penyediaan dan pengalokasian dana, menciptakan dana melalui pengendalian sumber-sumber serta mengelolanya dalam kegiatan produksi seefektif mungkin. Dengan demikian petani tidak boleh salah langkah dalam tindakannya untuk mencapai tujuan produksi tersebut (Hernanto,1988).
Usahatani dapat dikatakan berhasil minimal harus dapat menghasilkan cukup pendapatan untuk membayar biaya semua alat yang diperlukan, bunga modal, upah tenaga kerja petani dan keluarganya yang digunakan untuk usahatani secara layak dan dapat mempertahankan keadaan usahatani sedikitnya berada dalam keadaan semula (Hadisaputro, 1973).
Efisiensi usahatani memberikan batas layak dan tidaknya suatu usahatani dilaksanakan. Perhitungan efisiensinya menggunakan biaya dalam usahatani dianalisis melalui imbangan antara penerimaan total dengan biaya total yang disebut Return and Cost Ratio (R/C ratio). Pada metode ini mengandung arti bahwa tingkat efisiensi usahatani diukur atas dasar keuntungan (Hernanto, 1988).
Efisiensi perlu diperhitungkan karena pendapatan usahatani yang tinggi tidak selalu mencerminkan efisiensi yang tinggi pula, selanjutnya untuk mengetahui manfaat dari suatu teknologi atau keragaman usahatani yang satu terhadap yang lain dapat dilakukan dengan analisis B/C ratio. (Soeharjo, et al, 1977).
BEP adalah suatu nilai penjualan komersil pada suatu priode tertentu yang besarnya sama dengan biaya yang dikeluarkan sehingga pengusaha pada saat itu tidak menderita kerugian juga tidak mendapatkan keuntungan.
·         BEP Produksi
·         BEP Harga
×          Menurut Budi Rahardjo (1996) bahwa Break Event Point adalah tehnik analisis untuk mempelajari hubungan antara Biaya Tetap dan Biaya Tidak Tetap keuntungan dan volume penjualan.
×          Menurut Ahyadi (1986) bahwa yang dikasud dengan Titik Pulang Pokok (BEP) adalah merupakan suatu titik angka yang menunjukkan total penerimaan sama dengan total biaya yang ada dalam perusahaan yang bersangkuta.
×           Menurut Arifin dan Fauzi (2000) bahwa analisis Titik Pulang Pokok dapat memberikan informasi kepada manajer mengenai hubungan antara volume penjualan biaya dan kemungkinan laba yang diperoleh pada tingkat penjualan tertentu
2.2.2 Pendapatan
Menurut Renville (2003), Pendapatan merupakan selisih total jumlah penerimaan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha, sedangkan laba bersih adalah jumlah pendapatan setelah dikurangi dengan pajak penghasilan.
Pendapatan usahatani adalah keuntungan yang diperoleh petani dengan mengurangkan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dengan penerimaan usahatani (Firman dkk., 2010), dimana pendapatan tunai merupakan hasil perhitungan dari pengurangan jumlah penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai usahatani.
Tujuan utama dari analisis pendapatan usahatani adalah menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan (Firman dkk., 2010). Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan  pengeluaran selama usahatani dikerjakan atau dijalankan dalam waktu yang telah ditentukan dan penerimaan (hasil produksi x harga jual). Sehingga dari dua faktor tersebut dapat dianalisis pendapatan yang diperoleh petani baik itu pendapatan bersih maupun pendapatan kotor karena melibatkan perhitungan biaya yang tidak tunai dan biaya yang diperhitungkan sesuai dengan perhitungan pendapatan usahatani.
Besarnya pendapatan petani yang diperoleh merupakan ukuran keberhasilan dari sesuatu yang dikelola dengan jumlah dan bentuk pendapatan yang mempunyai fungsi yang sama yaitu memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan kepada petani agar dapat melanjutkan kegiatannya. Lebih lanjut dikatakan oleh Fadholi dalam Harmawati (2011), bahwa besarnya pendapatan tunai dari usahatani dapat menggambarkan kemajuan ekonomi usahatani spesialisasi dan pembagian kerja. Selanjutnya besarnya tingkat pendapatan ini juga dapat digunakan untuk membandingkan keberhasilan petani yang satu terhadap petani yang lain.
Pendapatan petani timbul bila perbandingan jumlah penerimaan dari hasil produksi lebih besar dibadingkan dengan jumlah biaya atau pengeluaran selama proses produksi.  Selanjutnya dari pendapat Soeharjo dan Dahlan dalam Harmawati (2011), menyatakan bahwa pendapatan sebagai selisih dari penerimaan dan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung.  Jadi dapat diketahui nilai pendapatan atau keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usahatani, yaitu dengan mengetahui besarnya penerimaan yang dikali dengan harga yang berlangsung, kemudian dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan sejak dari pengolahan tanah sampai pasca panen.
Secara ekonomi, masalah pendapatan adalah merupakan salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu negara atau daerah.  Oleh  karena itu yang dimaksud dengan pendapatan dapat dijelaskan dari dua sisi yaitu : rumah tangga negara atau individu yang dikenal dengan pendapatan nasional atau regional, dan rumah tangga masyarakat atau individu yang dikenal dengan pendapatan masyarakat atau individu yang dikenal dengan sebutan pendapatan masyarakat.  Ada beberapa yang mempengaruhi pendapatan antara lain :
2.2.3 Produksi
Produksi adalah hasil yang diperoleh sebagai akibat dari bekerjanya faktor-faktor produksi secara sekaligus yakni tanah, tenaga kerja, dan modal. Tingginya produksi yang diikuti oleh semakin besarnya pendapatan akan lebih merangsang petani dalam meningkatkan produksinya.
Produksi merupakan sejumlah hasil dalam satu lokasi dan waktu tertentu.  Selanjutnya Soekartawi (1995), menyatakan bahwa hasil akhir dari suatu produksi adalah produk atau output, produksi dalam pertanian atau lainnya dapat bervariasi yang antara lain disebabkan karena perbedaan kualitas dimana kualitas yang baik dihasilkan oleh proses produksi yang baik dan begitu pula sebaliknya, kualitas produksi menjadi kurang baik bila usaha dilaksanakan dengan kurang baik.
2.2.4 Penerimaan
Penerimaan adalah jumlah nilai atau hasil penjualan yang diterima dalam menjalankan usaha (Renvilte Siagian, 2003). Pada hakekatnya perkataan penerimaan (revenue) merupakan sinonim dari pendapatan (income). Oleh karena itu dalam kehidupan sehari-hari pengertian kedua perkataan tersebut tidak ada perbedaan yang prinsip.  Dimana penerimaan adalah sejumlah uang yang diterima dari sumber tertentu. Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa penerimaan adalah sebagian dari keseluruhan pendapatan (Wasis, 1992).
Soekartawi (2005) menyatakan bahwa total penerimaan usahatani diperoleh dari produksi fisik dikalikan dengan harga produksi. Bila keadaan memungkinkan,maka sebaiknya petani mengolah sendiri hasil pertaniannya untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik yang harganya relatif tinggi dan akhimya juga akan mendatangkan total penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar.
Penerimaan usahatani berwujud tiga hal, yaitu : (1) hasil penjualan tanaman,temak, ikan atau produksi yang dijual, (2) produksi yang konsumsi pengusaha dan keluarga selama melakukan kegiatan, (3) kenaikan nilai inventaris. Besar kecilnya pendapatan dalam usahatani ditentukan efisiensi biaya produksi, pengadaan bahan, faktor produksi dan efisiensi-efisiensi biaya tata niaga. Penerimaan adalah jumlah nilai atau hasil penjualan yang diterima dalam menjalankan usaha (Kasmir dan Jakfar, 2005).
2.2.5 Biaya
Biaya adalah hasil dari semua input ekonomi yang diperlukan dan dapat diperkirakan untuk menghasilkan suatu produk atau nilai yang dinyatakan dengan uang. Sedangkan pengorbanan ekonomi merupakan sarana produksi yang habis terpakai selama satu siklus produksi. Biaya yang diperlukan merupakan suatu pengorbanan yang perlu biaya dan dapat diperkirakan, dimana biaya yang digunakan dapat dipastikan pada saat pelaksanaannya, dan dapat diukur serta harus dapat dihitung jumlahnya dan dinyatakan dalam bentuk uang pada waktu penghitungan.
Lebih lanjut Makhruf dalam Agus (2011), menyatakan beberapa komponen biaya suatu usahatani yaitu : Biaya sarana produksi, biaya bunga, modal, biaya tanah,biaya alat-alat produksi yang tahan lama,biaya tenaga kerja. Biaya tetap adalah biaya yang ada hubungannya dengan usahatani sebagai aparat produksi, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang berubah-ubah sejalan dengan proses produksi.
Suatu usahatani dikatakan sukses apabila pendapatan yang diperoleh sebanding dengan seluruh pengorbanan yang digunakan selama proses produksi.   Dalam hal ini nilai dari pendapatan mempunyai hasil untuk membayar semua pembelian sarana produksi, bunga, modal, dan upah tenaga kerja maupun bentuk- bentuk upah lainnya.  Olehnya itu untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya perbaikan dalam proses produksi maupun menghitung pengelolaan serta bebas pula menjual hasil usahataninya pada tingkat harga yang tinggi, dengan demikian penerimaan yang diperoleh akan lebih tinggi dari biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama melakukan kegiatan usahataninya.
Biaya merupakan pengorbanan ekonomi yang diukur dengan satuan uang baik yang telah terjadi maupun yang kemungkinan akan tejadi untuk mencapai tujuan tertentu.  Biaya adalah semua jenis pengeluaran yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usaha penjualan. Biaya-biaya tersebut terbagi menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap terdiri atas biaya sewa lahan, upah tenaga kerja, biaya listrik, dan pemeliharaan gedung.  Sedangkan biaya tidak tetap terdiri atas biaya pengadaan benih dan bibit, biaya transportasi, biaya administrasi, biaya retribusi dan pajak hasil penjualan (Renville Siagian, 2003).
Pada dasarnya setiap produksi tidak terlepas dari penggunan atau pengeluaran biaya. Biaya mempunyai peranan penting dalam setiap pengambilan keputusan produksi ataupun usahatani.  Dalam suatu perencanaan produksi ataupun usahatani.  Dalam suatu perencanaan produksi pertanian ataupun produksi lainnya, persoalan biaya menempati kedudukan yang amat penting, karena pengambilan keputusan menggunakan pertimbangan-pertimbangan.  Biaya sering menjadi masalah bagi petani terutama dalam pengadaan sarana produksi. Karena kurangnya biaya yang tersedia tidak jarang petani mengalami kerugian dalam usahataninya (Mosher, 2004).
2.2.6 Deskripsi Tanaman Jahe
Jahe (Zingiber officinale Rosc) merupakan tanaman rempah yang dimanfaatkan sebagai minuman atau campuran pada berbagai bahan pangan. Rasa jahe yang pedas bila dibuat minuman bisa memberikan sensasi sebagai pelega dan penyegar tenggorokan, juga bisa memberikan rasa hangat pada tubuh.
Selain sebagai penyedap makanan dan minuman, rimpang jahe juga berkhasiat sebagai obat-obatan. Dewasa ini jahe banyak dimanfaatkan untuk asupan makanan, industri makanan/minuman, atau bahan obat. Oleh karena itu, rimpang jahe juga banyak dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Jahe (Zingiber officinale Rosc) termasuk kedalam kelas Monocotyledon yaitu tanaman berkeping satu dan famili Zingiberaceae atau famili temu-temuan. tanaman ini merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah yang telah lama tumbuh di Indonesia. Bahkan bangsa asing mencoba mencari dan mendatangi negara Indonesia beberapa abad silam karena tanaman ini.
Jahe (Zingiber officinale Rosc) dapat dibudidayakan dengan dua pola tanam yang berbeda yaitu secara tumpeng sari dan monokultur.
1)    Tumpang sari adalah penanaman dua tanaman atau lebih secara bersamaan atau dengan satu interval waktu yang singkat, pada sebidang tanah yang sama.
Mamfaat budidaya jahe (Zingiber officinale Rosc) dengan cara pola tanam  tumpeng sari adalah:
a.       Untuk mengurangi serangan hama dan penyakit yang akan menyerang tanaman utama.
b.      Untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan lahan yang sempit, Karena panen bisa beberapa kali dengan usia panen dan jenis tanaman yang berbeda.
c.       Hemat biaya pengolahan lahan dan perawatan.
d.      Mendaptkan keuntungan hasil jual yang lebih, Karena setiap tanaman memiliki nilai jual yang berbeda.
http://beres-n.blogspot.co.id/2010/12/tehnik-budidaya-jahe.html
2)      Monokultur adalah salah satu cara budidaya lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal.
Mamfaat budidaya jahe (Zingiber officinale Rosc) dengan cara pola tanam  monokultur adalah:
a)      Pola tanam monokultur memiliki pertumbukan dan hasil yang lebih besar daripada pola tanam lainnya, Karena tidak adanya persaingan antara tanaman dalam merebutkan unsur hara maupun sinar matahari.
b)      Teknis budidaya relative mudah Karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara hanya satu jenis.
http://blog.ub.ac.id

2.2.7 Pedoman Budidaya Jahe
A.    Pembibitan
1)      Persyaratan Bibit
Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh karena itu kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
a. Bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar).
b. Dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan).
c. Dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau lecet.
2)      Teknik Penyemaian Bibit
Untuk pertumbuhan tanaman yang serentak atau seragam, bibit jangan langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit dapat dilakukan dengan peti kayu atau dengan bedengan.
a.       Penyemaian pada peti kayu
Rimpang jahe yang baru dipanen dijemur sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menit kemudian keringkan. Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu. Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi abu gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.
b.      Penyemaian pada bedengan
Buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian tersebut dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan bagian atas berupa jerami. Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan beratnya 40-60 gram.
3)      Penyiapan Bibit
Sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari ancaman penyakit dengan cara bibit tersebut dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.
B.     Pengolahan Media Tanam
1)      Persiapan Lahan
Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal harus diperhatikan syaratsyarat tumbuh yang dibutuhkan tanaman jahe. Bila keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan keasaman tanah yang dibutuhkan tanaman jahe, maka harus ditambah atau dikurangi keasaman dengan kapur.
2)      Pembukaan Lahan
Pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur atau remah dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk kandang dengan dosis 1.500-2.500 kg.
3)      Pembentukan Bedengan
Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk mencegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan engan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm, sedangkan anjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.
4)      Pengapuran
Pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya, Terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium sp. Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu, merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan merangsang pembentukan biji.
a. Derajat keasaman < 4 (paling asam): kebutuhan dolomit > 10 ton/ha.
b. Derajat keasaman 5 (asam): kebutuhan dolomit 5.5 ton/ha.
c. Derajat keasaman 6 (agak asam): kebutuhan dolomit 0.8 ton/ha.
C.     Teknik Penanaman
1)      Penentuan Pola Tanaman
 Pembudidayaan jahe secara monokultur pada suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena mampu memberikan produksi dan produksi tinggi
2)      Pembutan Lubang Tanam  
Untuk menghindari pertumbuhan jahe yang jelek, karena kondisi air tanah yang buruk, maka sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan. Selanjutnya buat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm untuk menanam bibit.
3)      Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan cara melekatkan bibit rimpang secara rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah disiapkan.
4)      Periode Tanam
Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sekitar bulan September dan Oktober. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya.
D.    Pemeliharaan Tanaman
1)      Penyulaman
Sekitar 2-3 minggu setelah tanam, hendaknya diadakan untuk melihat rimpang yang mati. Bila demikian harus segera dilaksanakan penyulaman gar pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang yang baik serta pemeliharaan yang benar.
2)      Penyiangan
Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman jahe berumur 2-4 minggu kemudian dilanjutkan 3-6 minggu  beberapa kali. Tergantung pada kondisi tanaman pengganggu yang tumbuh. Namun setelah jahe berumur 6-7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut rimpangnya mulai besar.
3)      Pembubunan
Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air dapat berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang jahe yang kadang-kadang muncul ke atas permukaan tanah. Apabila tanaman jahe masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air. Pertama kali dilakukan pembumbunan pada waktu tanaman jahe berbentuk rumpun yang terdiri atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tanaman jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.
4)      Pemupukan
a.       Pemupukan Organik
Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organik yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organik atau pupuk kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman.
b.      Pemupukan Konvensional
Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman jahe perlu diberi pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman
5)      Pengairan dan Penyiraman
Tanaman Jahe tidak memerlukan air yang terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanam diusahakan penanaman pada awal musim hujan sekitar bulan September;
6)      Waktu Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan mulai dari saat penyimpanan bibit yang untuk disemai dan pada saat pemeliharaan. Penyemprotan pestisida pada fase pemeliharaan biasanya dicampur dengan pupuk organik cair atau vitamin-vitamin yang mendorong pertumbuhan jahe.
E.     Hama dan Penyakit
1)      Hama
Hama yang dijumpai pada tanaman jahe adalah:
a.       Kepik, menyerang daun tanaman hingga berlubang-lubang.
b.      Ulat penggesek akar, menyerang akar tanaman jahe hingga menyebabkan tanaman jahe menjadi kering dan mati.
c.       Kumbang.
2)      Penyakit
a.       Penyakit layu bakeri
Gejala:
Mula-mula helaian daun bagian bawah melipat dan menggulung kemudian terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan mengering. Kemudian tunas batang menjadi busuk dan akhirnya tanaman mati rebah. Bila diperhatikan, rimpang yang sakit itu berwarna gelap dan sedikit membusuk, kalau rimpang dipotong akan keluar lendir berwarna putih susu sampai kecoklatan. Penyakit ini menyerang tanaman jahe pada umur 3-4 bulan dan yang paling berpengaruh adalah faktor suhu udara yang dingin, genangan air dan kondisi tanah yang terlalu lembab.
Pengendalian:
×          jaminan kesehatan bibit jahe;
×          karantina tanaman jahe yang terkena penyakit;
×          pengendalian dengan pengolahan tanah yang baik;
×          pengendalian fungisida dithane M-45 (0,25%), Bavistin (0,25%)
b.      Penyakit busuk rimpang
Penyakit ini dapat masuk ke bibit rimpang jahe melalui lukanya. Ia akan tumbuh dengan baik pada suhu udara 20-25 derajat C dan terus berkembang akhirnya menyebabkan rimpang menjadi busuk.
Gejala :
Daun bagian bawah yang berubah menjadi kuning lalu layu dan akhirnya tanaman mati.
Pengendalian:
×          penggunaan bibit yang sehat;
×          penerapan pola tanam yang baik;
×          penggunaan fungisida.
c.       Penyakit bercak daun
Penyakit ini dapat menular dengan bantuan angin, akan masuk melalui luka maupun tanpa luka.
Gejala:
Pada daun yang bercak-bercak berukuran 3-5 mm, selanjutnya bercakbercak itu berwarna abu-abu dan ditengahnya terdapat bintik-bintik berwarna hitam, sedangkan pinggirnya busuk basah. Tanaman yang terserang bisa mati.
Pengendalian :
baik tindakan pencegahan maupun penyemprotan penyakit bercak daun sama halnya dengan cara-cara yang dijelaskan di atas.
3)      Gulma
Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.
1)      Pengendalian hama/penyakit secara organic
Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian HamaTerpadu) yang komponennya adalah sbb:
a.       Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman.
b.      Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami.
c.       Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
d.      Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
e.       Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial.
f.        Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.
Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:
1)      Tembakau (Nicotiana tabacum) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids.
2)      Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3)      Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan.
F.      Panen
1)      Ciri dan Umur Panen
Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa ditanam pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya dibiarkan sampai tua. Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen setelah cukup tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tanaman jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau lebih.
2)      Cara Panen
Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar.
3)      Periode Panen
Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, yaitu diantara bulan Juni – Agustus. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.



BAB III
KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
3.1  Kerangka Berfikir
Dalam melakukan usahatani, petani di Pacitan menerapkan pola tanam tumpeng sari dan monokultur. Untuk mengelola usahatani tersebut petani membutuhkan biaya-biaya atau pengeluaran dalam proses produksinya, seperti biaya benih, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan biaya lainnya. Banyaknya produksi yang dihasilkan dalam usahatani tersebut akan mempengaruhi penerimaan. Pendapatan yang dihasilkan dalam usahatani tersebut adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya. Besarnya total biaya dan penerimaan akan mempengaruhi besarnya pendapatan petani.
Dengan asumsi luas lahan yang sama, antara petani yang melakukan tumpeng sari dengan petani monokultur terdapat perbedaan pendapatan karena total biaya produksi dan penerimaan yang dihasilkan berbeda. Biaya produksi, penerimaan dan pendapatan yang dihasilkan dari usahatani pola tumpang sari dan monokultur dapat dilakukan perbandingan untuk mengetahui perbedaan total biaya produksi, penerimaan, dan pendapatan antara usahatani pola tumpang sari dengan monokultur serta dilakukan analisis rasio penerimaan terhadap biaya untuk mengetahui apakah usahatani yang dilakukan menguntungkan petani atau tidak. Secara sistematis kerangka pemikiran dapat dituliskan sebagai berikut:
3.2  Hipotesis
Berdasarkan kerangka berfikir maka disusun hipotesis, sebagai berikut:
1.      Menganalisis keuntungan petani dalam berusahatani jahe di kabupaten pacitan.
2.      Menganalisis efisiensi petani dalam berusahatani jahe di kabupaten pacitan.
3.      Menganalisis BEP petani dalam berusahatani jahe di kabupaten pacitan.
4.      Menganalisis kelayakan usaha tani jahe di kabupaten pacitan.

























BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Lokasi penelitian
Metode penentuan daerah penelitian secara sengaja (purpose) yaitu tempat yang dipilih sebagai lokasi penelitian sesuai dengan judul penelitian dan sangat relevan dengan permasalahan yang diajukan adalah petani jahe di kabupaten pacitan.
4.2 Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan dua teknik sampel. Pertama teknik sampel yang dilakukan secara sensus yaitu semua populasi petani jahe di kabupaten pacitan dijadikan sampel. Dan yang kedua adalah Sampling kuota yaitu teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan (Sugiyono, 2011:67). Penelitian ini sampling diambil dari populasi petani yang melakukan usahatani jahe sebanyak 10 petani di kabupaten pacitan
4.3 Teknik Analisa Data
Untuk mengetahui efisiensi usahatani jahe, digunakan beberapa metode analisa :
Untuk menghitung penerimaan total usahatani jahe dalam satu kali proses panen yang dihasilkan. Secara sistematis dapat ditulis :
TR = P x Q
Dimana:
TR = Total revenue (Penerimaan total)
P = Price (Harga pokok)
Q = Quantity (Jumlah produk)
Untuk menghitung keuntungan petani/produsen dari usahatani jahe dalam satu kali proses produksi atau panen per musim diperoleh dari hasil antara penerimaan total dikurangi dengan biaya produksi total. Secara sistematis dapat ditulis :
Π = TR – TC
Keterangan:
Π= Laba bersih atau keuntungan
TR= Penerimaan total (Total revenue)
TC= Biaya total (Total cost)
Sedangkan menghitung efisiensi digunakan analisis R/C ratio dengan tujuan untuk mengetahui usahatani jahe tersebut efisien atau tidak, yang diperoleh dari total penerimaan dibagi dengan pengeluaran yang digunakan selama proses produksi usahatani jahe dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah Penerimaan
R/C ratio =
Total Biaya Produksi
Dengan Kriteria :
a. R/C > 1, maka usahatani tersebut efisien dan menguntungkan.
b. R/C = 1, maka usahatani tersebut tidak menguntungkan dan tidak rugi.
c. R/C < 1, maka usahatani tersebut tidak efisien dan tidak menguntungkan.
Untuk menghitung titik impas volume untuk menghitung berapa ton atau Kwintal (Ku) yang harus terjual agar menjadi titik impas, digunakan rumus :
BEP (Volume) =
Keterangan:
BEP (Volume)  = Titik impas volume yang harus dijual (Ton atau Ku)
TC                     = Biaya total usahatani jahe
P                        = Harga jahe per Ton atau Ku (Rp./Ton atau Ku)
Jika : 1. BEPv < V artinya titk impas lebih kecil daripada volume maka usahatani jahe tidak layak.
2. BEPv > V artinya titik impas lebih besar daripada volume maka usahatani jahe layak.
3. BEPv = V artinya titik impas sama dengan volume maka usahatani jahe mengalami titik impas (BEP).
Sedangkan BEP harga untuk menghitung berapa harga yang harus terjual agar menjadi titik impas, digunakan rumus :
BEP (Harga) =
Keterangan:
BEP (Harga)    = Titik impas harga yang harus dijual (Rp./Ton atau Ku)
TC                   = Biaya total usahatani jahe
Q                     = Jumlah total rata – rata panen hasil jahe per Ton atau Ku
Jika : 1. BEP (Harga) < P artinya titik impas lebih kecil daripada harga maka usahatani jahe layak.
2. BEP (Harga) > P artinya titik impas lebih besar daripada harga maka usahatani jahe tidak layak.
3. BEP (Harga) = P artinya titik impas sama dengan harga maka usahatani jahe mengalami titik impas (BEP).



























BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil data penelitian, maka paparan hasil penelitian sebagai berikut:
1.      Mengetahui besarnya keuntungan petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan.
2.      Mengetahui besarnya tingkat efisiensi petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan
3.      Mengetahui Seberapa besar tingkat BEP petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan
4.      Mengetahui apakah usaha tani jahe secara ekonomi layak untuk diusahakan
5.2 Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan olahan data hasil penelitian, maka dibahas sebagai berikut:
1.      Mengetahui besarnya keuntungan petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan.
2.      Mengetahui besarnya tingkat efisiensi petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan
3.      Mengetahui Seberapa besar tingkat BEP petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan
4.      Mengetahui apakah usaha tani jahe secara ekonomi layak untuk diusahakan













BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarakan pembahasan hasil penelitian, maka disimpulkan sebagai berikut:
1.      Mengetahui besarnya keuntungan petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan.
2.      Mengetahui besarnya tingkat efisiensi petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan
3.      Mengetahui Seberapa besar tingkat BEP petani dalam berusahatani jahe dikabupaten pacitan
4.      Mengetahui apakah usaha tani jahe secara ekonomi layak untuk diusahakan
6.2 Saran
1.      Spekulasi

2.      Bahawa terdapat masih banyak kelemahan – kelemahan dari penelitian ini, maka dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk dapat melegkapi kelemahan tersebut.

                                                                   DAFTAR FUSTAKA

Agus., 2011. Analisis Pemasaran Kopi Serbuk Di Pasar Sentral Wawotobi dan Pasar Sentral Unaaha Kabupaten Konawe. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Lakidende. Unaaha.
Dresthy Aulia Estefan., 2011. Analisis usahatani dan pemasaran bunga-potong anggrek dendrobium kasus kecamatan gunung sindur, kabupaten bogor. Departemen agribisnis
Firman Wahyudi, Lif Rahmat Fauzi, Rina Kusrina, Heni Habibah., 2010.  Pola Usahatani Padi, Ubi Jalar, dan Katuk Untuk Mengakumulasi Modal dan Meningkatkan Pendapatan Petani. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.
Gunarto I, De rosari dan joko triastono, 2013. Kajian analisa skala usahatani tanaman jahe sebagai tanaman sela pada tanaman kelapa, studi kasus kecamatan kewapante, BPTP NTT.
Kasmir dan Jakfar., 2005.  Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Pertama, Cetakan Ketiga. Prenanda Media Group. Jakarta.
Mosher Daniel., 2004.  Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Renville Siagian., 2003.  Pengantar Manajemen Agribisnis. Cetakan Ketiga. Gadja Mada University Press. Yogyakarta.
Soekartawi., 1995.  Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Soekartawi., 2005.  Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT Rajagrapindo Persada. Jakarta
Vinsensius E. A., Dian T. dan Putu F. K. L.2016. Analisis usahatani jeruk siam dan faktor faktor yang memepengaruhi penerimaan petani studi kasus di desa bayung Gede kecamatan kintamani kabupaten bangle. Fakultas Pertanian Universitas Mahasaraswati Denpasar.
Wasis., 1992.  Pengantar Ekonomi Perusahaan. Alumni. Bandung






0 komentar:

Posting Komentar

 
Ihsan Agribisnis © Ihsan Sasak 2017